Jakarta, mediakota.com – Peristiwa perundungan (bullying) kembali terjadi. Di Desa Siberida, Kecamatan Batang Gansal, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau. Seorang anak berumur 8 tahun meninggal dunia setelah mengalami delusi sehari sebelumnya. Korban melemparkan nafas terakhir pada tanggal 26 Mei 2025.
Penganiayaan Anak SD, KB (8 tahun) itu diduga terjadi kakak kelas di sekolahnya. Polres Indragiri Hulu tengah mengusut kasus ini dan telah meminta keterangan 22 Saksi dari berbagai instansi.
Oleh karena itu, diadakan konferensi pers di Kantor Hukum Martin Lukas Simanjuntak and Partners, jalan Dewi Sartika, Jakarta Timur, Sabtu (07/06/2025), dimulai pukul 11.30 WIB. mengklasifikasikan mengenai peristiwa yang menimbulkan korban jiwa.
Acara konferensi pers dilakukan secara 2 arah dan online dengan menghubungkan keluarga korban dari Riau.
Orang tua korban, Jimson Butar-butar (ayah korban) melalui siaran online menceritakan kronologi peristiwa yang dialami korban, KB (8 tahun). Korban pendidikan di SDN 012, Indragiri Hulu, Riau.
Dari pihak keluarga korban menyesalkan adanya pernyataan rilis berita yang ditemukan oleh Polres Indragiri Hulu, yang mengatakan seolah-olah akan adanya kelalaian dari pihak keluarga, sehingga menimbulkan protes dari pihak keluarga korban.
Tommy Butar-butar, kuasa hukum keluarga korban, menjelaskan melalui siaran online, bahwa pelaporan dilakukan ke pihak kepolisian Polres Indragiri Hulu. “Melalui press rilis kepolisian, sudah di proses dengan Saksi 22 orang. Keterangan dari pihak kedokteran, korban di otopsi dan hasil forensik, terjadi luka memar di tubuh korban. Kami mendesak agar kepolisian memproses dan menetapkan status hukum kepada pelaku,” ujarnya.
Martin Lukas Simanjuntak, kuasa hukum dari Jakarta mengatakan, “Hal seperti ini tidak boleh terjadi. Itulah esensi kami untuk membela keluarga korban. Kami memprotes statemen dari kepolisian, Dir. Reskrimum Polda Riau, Kombes Pol Asep mengatakan bahwa korban meninggal karena usus buntu yang menular lama. Hal itu sangat mirip dengan keterangan keluarga, keterangan forensik rumah sakit. Ditengah suasana duka, tidak dengan cepat keluarnya rilis pers kepolisian tidak sesuai dengan hasil yang sudah jelas. Kami mau pihak Polda Riau dan pak Kapolda, agar menegur personil nya, tidak sembarangan mengeluarkan press rilis. Pihak kepolisian diharapkan bijak lagi dan sesuai dengan hasil forensik dan autopsi,” ujarnya.
Fredrik J Pinakunary sebagai tim kuasa hukum mengatakan bahwa dalam tindakan ini, ada peraturan perundang-undangan mengenai proses hukum yang dijalankan oleh anak-anak di bawah usia. “Dalam beberapa media, bahwa dijelaskan korban meninggal karena infeksi usus buntu. Tentunya sangat berbeda dengan hasil otopsi dan pihak keluarga tidak menerima hasil konfrensi pers Polda Riau, dimana dikatakan bahwa orang tua korban dianggap lalai dalam menangani korban saat mengalami sakit,” demikian.
Komisioner KPAI, Ai Maryati Solihah melalui siaran online mengatakan bahwa lembaga negara yaitu KPAI melakukan koordinasi kepada semua pihak dan terus mencari informasi terkini. “Kami tetap mengedepankan perlindungan hak anak. Kami sepakat melakukan pendekatan khusus kepada pihak lembaga kepolisian yang akan dilakukan hari Selasa. Kasus ini harus dikawal dan Polisi harus melakukan secara independen, transparan dan mengedepankan keadilan dan kebenaran untuk korban. Dinas perlindungan anak di tingkat Kabupaten juga harus melakukan pelayanan untuk pemulihan, dukungan moral dan berkelanjutan keluarga sehingga kekurangan. Keluarga korban berhak mendapatkan perlindungan dari negara,” jelasnya.
( FrB )