Polemik Tak Berkesudahan 407 Rusun Kena Tarif Air Klp III Setara Industri Pabrik

0
IMG-20250820-WA0031
JAKARTA –
Polemik penggolongan tarif air bersih bagi penghuni rumah susun (rusun) di Jakarta terus bergulir tanpa kepastian. Warga rusun yang selama ini dikenai tarif Kelompok III—kategori yang setara dengan pusat bisnis dan industri—menilai kebijakan Perumda PAM Jaya tidak mencerminkan fungsi hunian yang mereka tempati.
Senator DPD RI asal DKI Jakarta, Achmad Azran, menyatakan siap mendampingi warga dalam mencari solusi. “Saya belum tahu dasar penilaian PAM Jaya. Yang jelas, rusun adalah tempat tinggal, bukan kawasan industri,” ujarnya saat ditemui di Jakarta, Kamis (14/8/2025).
Kelompok III merupakan klasifikasi pelanggan dengan tarif tertinggi dalam struktur PAM Jaya. Padahal, menurut Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 37 Tahun 2024, rumah susun seharusnya masuk dalam Kelompok II sebagai pelanggan rumah tangga dengan kebutuhan dasar air minum.
Kondisi ini memicu protes dari 30 Ketua Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS) yang mendatangi Balai Kota Jakarta pada Senin (11/8/2025). Mereka menuntut audiensi langsung dengan Gubernur Pramono Anung, namun hingga kini belum mendapat tanggapan.
“Kami hanya ingin menyampaikan keluhan. Tapi bertemu Gubernur saja sulit,” kata Hj. Musdalifah Pangka, Ketua PPPSRS Kalibata City.
Achmad Azran, yang dikenal aktif di tengah masyarakat Jakarta, berjanji akan menjembatani pertemuan antara warga dan Pemprov DKI. “Saya akan koordinasikan agar mereka bisa bertemu Gubernur. Warga rusun berhak atas layanan air bersih yang adil,” tegasnya.
Musdalifah menambahkan, janji pertemuan dari pihak Pemprov sudah disampaikan sejak aksi unjuk rasa besar-besaran pada 21 Juli lalu, namun belum terealisasi. “Kami kecewa. Gubernur seharusnya mendengar langsung suara warga, bukan hanya laporan teknis,” ujarnya.
Potensi Gugatan Hukum
Sejumlah warga rusun kini mempertimbangkan jalur hukum. Ketua Umum P3RSI, Adjit Lauhatta, menyebut bahwa konsultasi dengan kuasa hukum telah dilakukan dan gugatan akan diajukan jika tidak ada keputusan yang jelas dari pemerintah.
Pengamat kebijakan publik Sujoko juga mengkritisi pendekatan PAM Jaya yang menggunakan IMB sebagai dasar klasifikasi pelanggan. “Yang sah itu sertifikat dan pertelaan bangunan. IMB hanya dokumen awal,” katanya. (f/07)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *