Sintang, Penasionalnews.id — Pernyataan Ketua koperasi Sinar Pusaka Abadi ( SPA ) Sandan,S.Sos yang mengaku tidak bisa menerima Nomenklatur “Bunga Bank ” yang dibebankan oleh PT SSA kepada petani plasma melalui koperasi yang di pimpinnya menjadi perhatian dari berbagai pihak.
Erwin Siahaan, SH salah seorang seorang praktisi hukum kalbar ketika meminta pendapatnya terkait permasalahan tersebut kemudian memberikan penjelasannya kepada media ini terkait permasalahan tersebut pada sabtu (21/6/25)
Sebagai Praktisi Hukum, Erwin Siahaan, SH menyampaikan tanggapannya terkait pemberitaan dari penanasionalnews.id tentang dugaan penarikan bunga bank oleh PT Sinar Sawit Andalan (PT SSA) terhadap Koperasi Sinar Pusaka Abadi
Dengan perspektif hukum.
“Di lihat dari Inti permasalahan terletak pada klaim PT SSA atas “bunga bank” terhadap Koperasi Sinar Pusaka Abadi, padahal pihak koperasi menyatakan tidak pernah mengambil kredit dari bank manapun dan PT SSA bukanlah lembaga keuangan/simpan pinjam.Hal ini menimbulkan dugaan kuat adanya praktik yang membahashi aturan hukum, khususnya dalam ranah perbankan dan koperasi,” Tutur Erwin Siahaan.
“Di lihat dari aspek Hukum Perbankan dan Lembaga Keuangan yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, sertae Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK), secara tegas mengatur bahwa kegiatan penghimpunan dana dari masyarakat dan penyaluran kredit (termasuk praktik “pembungaan uang” atau penarikan bunga) hanya boleh dilakukan oleh lembaga yang memiliki izin dan diawasi oleh OJK, seperti bank, lembaga pembiayaan, atau koperasi simpan pinjam yang berbadan hukum dan diawasi sesuai ketentuan. dalam hal ini PT SSA kapasitasnya bukan Lembaga Keuangan, sedangkan PT SSA adalah perusahaan perkebunan kelapa sawit, bukan bank atau lembaga keuangan berizin. Maka, secara hukum, PT SSA tidak mempunyai kewenangan untuk menarik bunga atas pinjaman atau dana, apalagi dengan nomenklatur “bunga bank” seolah-olah dana tersebut berasal dari perbankan atau memiliki karakteristik bunga bank,”Lanjutnya.
Jika PT SSA melakukan penarikan bunga layaknya bank tanpa izin, hal ini berpotensi masuk dalam kategori praktik perbankan ilegal (Pasal 46 Undang-Undang Perbankan) atau kegiatan penghimpunan dana/penyaluran pinjaman tanpa izin. Sanksi pidana dan denda yang tegas dapat dikenakan bagi pelakunya,” tambah Erwin.
Advokat muda kabupaten Sintang ini juga menyampai pendapat nya terkait penolakan Manajemen koperasi yang menolak menandatangani neraca pengakuan hutang kepada PT SSA dari aspek Hukum Koperasi.
Erwin menjelaskan Transparansi Keuangan Koperasi yang di atur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian yang mengamanatkan prinsip transparansi dalam pengelolaan keuangan koperasi di mana Pengurus koperasi memiliki hak dan kewajiban untuk mengetahui secara detail setiap transaksi keuangan, termasuk utang piutang.
“Terkait Penolakan dari Ketua Koperasi untuk menandatangani neraca pengakuan hutang tersebut merupakan langkah yang tepat secara hukum jika memang ada kejanggalan dan ketidakjelasan. Neraca adalah dokumen vital yang mencerminkan posisi keuangan koperasi. Menandatangani dokumen yang tidak dipahami atau diragukan kebenarannya dapat menimbulkan konsekuensi hukum di kemudian hari bagi pengurus koperasi,” ujar Erwin.
“Petani plasma sebagai anggota koperasi berhak mendapatkan informasi yang jelas mengenai keuangan koperasi dan kewajiban-kewajibannya. Jika ada penarikan bunga yang tidak jelas dasarnya, hal ini merugikan anggota plasma dan dapat menjadi dasar untuk mengajukan keberatan,” Tambahnya.
Tidak lupa Erwin juga mengulas permasalahan tersebut jika di lihat dari dari sisi aspek Hukum Perdata (Perjanjian/Perikatan)
“Dasar Hukum Perikatan: kewajiban Setiap pembayaran, termasuk bunga, harus didasarkan pada suatu perjanjian yang sah dan disepakati oleh kedua belah pihak yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, Jika tidak ada perjanjian pinjam meminjam yang jelas antara koperasi dan PT SSA yang memuat klausul bunga, maka penarikan bunga tersebut tidak memiliki dasar hukum yang kuat,” Papar Erwin.
“PT SSA memiliki beban pembuktian untuk menunjukkan dasar hukum penarikan bunga tersebut, baik melalui perjanjian tertulis yang sah atau dasar hukum lainnya. Tanpa itu, klaim “bunga bank” tersebut patut diajukan keabsahannya,” Tutup Erwin.
( Yupinus Totom )