Sumenep, Mediakota.com – Kabar tak sedap datang dari Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) di Pelabuhan Pelindo Kalianget, Sumenep. Koperasi yang seharusnya melindungi hak dan kesejahteraan buruh justru dianggap melanggar banyak aturan dan merugikan anggotanya. Parahnya, dugaan ini muncul karena kepemimpinan di Koperasi TKBM disinyalir bermasalah.
Koperasi TKBM Kalian sempat “mati suri” atau tidak aktif. Namun, kini koperasi tersebut kembali beroperasi. Sayangnya, banyak pihak menilai pengelolaannya tidak sesuai aturan, tidak transparan, dan terkesan sembarangan. Hal ini sangat merugikan, tidak hanya bagi koperasi itu sendiri, tetapi juga bagi hak-hak buruh yang seharusnya dilindungi.
Koperasi TKBM Didirikan untuk mengatur, memperjuangkan, dan meningkatkan taraf hidup para pekerja bongkar muat sesuai undang-undang. Fungsinya sangat penting, mulai dari menjamin hak-hak dasar buruh hingga memberikan dukungan sosial dan ekonomi seperti jaminan kesehatan, kecelakaan kerja, kematian, dana pensiun, dan perlindungan hukum. Contoh baiknya adalah Koperasi TKBM Biak yang berhasil mendaftarkan anggotanya ke BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan.
Namun kenyataan di Koperasi TKBM Kalianget sangat berbeda. Dari hasil penelusuran, terungkap beberapa masalah serius:
Koperasi TKBM Kalianget ternyata tidak terdaftar di Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag). Ini karena koperasi masih memiliki utang Rp 500 juta kepada Bank BRI yang belum lunas sejak pengurus lama meninggal. Kondisi ini menjadikan koperasi secara hukum tidak sah.
Meski jumlah buruh hanya 174 orang, Koperasi TKBM Kalianget diperkirakan menerbitkan lebih dari 200 Kartu Tanda Anggota (KTA). KTA ini seharusnya menjadi bukti sah keanggotaan dan syarat penting untuk bekerja di pelabuhan. Namun, praktik ini menunjukkan pada dasarnya.
Ironisnya, buruh TKBM Kalianget dilaporkan tidak merasakan manfaat dasar dari keanggotaan koperasi, terutama soal jaminan kesehatan. Berbeda dengan koperasi lain yang sudah terintegrasi BPJS Kesehatan, buruh di Pelabuhan Kalianget belum punya kartu BPJS. Seorang buruh mengaku, “Selama ini kami hanya bekerja dan bekerja saja, tidak ada semacam tunjangan yang kami rasakan, hanya kalau potongan itu rutin setiap bulan.”
Masalah menjadi semakin rumit dengan penunjukan Pejabat Sementara (PLT) Ketua Koperasi yang dinilai tidak kompeten. Sumber kami menganalisis kemampuan PLT tersebut. “Yang paling tidak masuk akal, kepala koperasi seharusnya sudah diganti, karena bersifat sementara,” ujarnya. Ia melanjutkan, “Dan lagi pula kenapa orang yang SDM-nya minim dijadikan ketua koperasi dan mengesahkan Kartu Keanggotaan TKBM kalau keduanya tidak tahu baca tulis, apa karena koperasi ini abal-abal? Sebodoh-bodoh kami sebagai anggota TKBM di Pelabuhan Pelindo Kalianget masih bisa baca tulis, nah kalau ketuanya hanya tahu tanda tangan saja, bagaimana kalau ada persoalan di lapangan?”
Kritik tajam ini tidak hanya menyoroti kemampuan pribadi sang PLT, tetapi juga mengindikasikan bahwa penunjukannya mungkin didorong oleh pihak-pihak tertentu yang punya kepentingan. Akibatnya, koperasi yang sudah lama tidak aktif ini bisa beroperasi lagi, tetapi dengan mengabaikan prinsip-prinsip pengelolaan yang baik dan transparan. Kondisi ini sangat merugikan hak-hak buruh.
Masalah di Koperasi TKBM Kalianget bukan sekadar kesalahan administrasi biasa, tetapi sudah menjadi pelanggaran serius terhadap hak-hak dasar pekerja yang dilindungi undang-undang. Ketiadaan izin resmi koperasi, praktik manipulasi anggota, serta pengabaian jaminan kesehatan dan tunjangan lainnya adalah preseden buruk yang harus segera dihentikan.
Pemerintah daerah, khususnya Disperindag dan instansi terkait lainnya, harus segera melakukan audit menyeluruh dan mengambil tindakan tegas terhadap Koperasi TKBM Kalianget. Perbaikan status hukum, pemeriksaan keuangan yang transparan, dan perubahan pengurus menjadi orang yang kompeten dan jujur adalah hal yang wajib dilakukan.
Jika tidak ada tindakan proaktif, buruh bongkar muat di Pelabuhan Kalianget akan terus menjadi korban dari sistem yang disalahgunakan, terjebak dalam praktik eksploitasi berkedok koperasi. Ini adalah seruan mendesak bagi penegakan hukum dan keadilan sosial. Koperasi TKBM, sebagai lembaga yang seharusnya menjadi penopang kesejahteraan, tidak boleh dibiarkan menjadi sarang manipulasi dan pengabaian hak-hak buruh. Sampai kapan buruh harus berteriak, sementara pelindung mereka sendiri justru dalam kondisi sekarat?
(R. M Hendra)