Framing Berbahaya | Ketegasan Bupati Sumenep Soal Disiplin ASN Disandra Kasus Rumah Tangga Dokter

Sumenep, Mediakota.com – Gelombang pemberitaan yang mengaitkan pernyataan Bupati Sumenep, Achmad Fauzi Wongsojudo, mengenai sanksi disiplin bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) dengan kasus rumah tangga personal seorang dokter, mencerminkan praktik pemelintiran konteks (framing) yang berpotensi merusak integritas informasi dan keadilan substantif. Narasi publik secara tendensius digiring seolah-olah penegasan kebijakan bersifat universal tersebut merupakan vonis dini terhadap individu tertentu.

Pernyataan resmi Bupati Fauzi pada 30 September 2025 merupakan agenda penguatan integritas birokrasi, disampaikan dalam konteks serah terima SK yang bersifat normatif dan edukatif. Beliau menegaskan komitmen Pemkab untuk menjatuhkan sanksi terberat, termasuk pemecatan, bagi setiap ASN yang melanggar kode etik dan moral. Ini adalah pernyataan kebijakan publik yang wajib dipublikasikan guna menjaga marwah institusi. Namun, beberapa media secara spekulatif dan tidak bertanggung jawab menarik pernyataan itu keluar dari kerangka kebijakan untuk disandingkan dengan persoalan rumah tangga seorang dokter ASN/PPPK di lingkungan Pemkab.

Secara kronologis, asumsi kausalitas ini adalah cacat logika. Dokter yang dimaksud baru diangkat pada tahun 2023, dan masalah rumah tangganya yang berujung pada perpisahan dan proses perceraian di Pengadilan Agama telah terjadi sejak 2024. Tidak ada benang merah hukum yang menghubungkan penegasan disiplin yang disampaikan Bupati pada akhir 2025 dengan masalah pribadi yang telah mengendap dan berproses di peradilan sejak setahun sebelumnya. Upaya ini jelas merupakan fragmentasi narasi untuk mencapai tujuan tertentu yang merugikan.

Penyelidikan disiplin kepegawaian berada di ranah hukum administrasi dan harus dilakukan secara objektif oleh otoritas berwenang, bukan melalui tekanan atau trial by the press. “Saya yakin, Bupati memahami konteks kasus ini. Otoritas penegakan disiplin ASN tentu akan menilai secara objektif berdasarkan temuan pelanggaran disiplin. Bahkan lembaga profesi seperti IDI maupun MKEK kemungkinan tidak akan masuk ke ranah ini, karena masalah tersebut bukan pelanggaran etika profesi, melainkan persoalan rumah tangga pribadi,” ujar sumber tepercaya yang enggan diungkap identitasnya.

Pemerintah Kabupaten Sumenep mengimbau agar seluruh pihak, khususnya insan media, menjunjung tinggi akuntabilitas faktual dan prinsip kehati-hatian. Penggiringan opini yang memelintir pernyataan kebijakan publik menjadi judgement personal berpotensi melanggar kode etik jurnalistik dan merusak reputasi individu yang sedang berhadapan dengan masalah privatnya di ranah peradilan. Ruang informasi yang sehat menuntut penyajian data yang berimbang, bukan manipulasi konteks yang menyesatkan.

(R. M Hendra)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *