Dugaan Penyelewengan Rekrutmen dan Penggajian di RSUD, Prioritaskan Keuntungan di Atas Layanan

Sumenep, Mediakota.com Sebuah skandal menguak dugaan praktik koruptif di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD), di mana alokasi sumber daya manusia dan keuangan disinyalir menyimpang dari tujuan mulia pelayanan kesehatan masyarakat.

Negara secara kongkrit mengakui empat kategori tenaga kerja di RSUD: BLUD Pegawai, ASN/PNS, PPPK, dan IKS (Ikatan Kerja Sama). Namun, fokus sorotan kali ini muncul pada rekrutmen dan penggajian tenaga IKS yang ditengarai sarat masalah.

Pemanfaatan BLUD oleh RSUD untuk merekrut tenaga IKS seharusnya menjadi instrumen strategi dalam memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan yang mendesak. Prioritas utama seharusnya memuat kekurangan dokter spesialis, mengingat RSUD saat ini hanya memiliki dua dokter spesialis—anak dan onkologi.

Padahal, kebutuhan akan dokter spesialis jantung, penyakit dalam metabolik-diabetes, dan bidang-bidang krusial lainnya sangat mendesak. Kebutuhan ini semakin mendesak mengingat Kabupaten Sumenep menduduki peringkat kelima dalam kasus stunting di Jawa Timur, yang memerlukan penanganan medis yang komprehensif dan multidisiplin.

Namun, kenyataan yang terjadi justru bertolak belakang. RSUD H.MOH. ANWAR diperkirakan kuat merekrut 50 karyawan IKS dengan kualifikasi pendidikan yang tidak relevan dengan kebutuhan pelayanan spesialis medis.

Karyawan-karyawan ini, yang sebagian besar berlatar belakang Sarjana, D3, SKM, dan profesi bidan, direkrut tanpa kejelasan mengenai kontribusi spesifik yang dapat mereka berikan dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, terutama pelayanan spesialis.

Lebih lanjut, sumber pembiayaan gaji pegawai IKS ini diduga berasal dari anggaran belanja pegawai RSUD, merupakan pelanggaran serius terhadap prinsip pengelolaan keuangan daerah. Anggaran RSUD seharusnya dialokasikan untuk tiga pos utama: belanja pegawai, belanja barang dan jasa, serta belanja modal.

Setiap pos anggaran harus dipertanggungjawabkan dan disetujui oleh Komisi IV DPRD sebagai mitra pengawas. Pertanyaan mendasar yang muncul adalah: dari pos anggaran mana gaji puluhan karyawan IKS ini pembukaannya, dan berapa total pengeluaran bulanan RSUD untuk gaji yang tidak jelas peruntukannya ini?

Parahnya lagi, nama-nama karyawan IKS yang direkrut secara non-prosedural ini diduga dimasukkan ke dalam KOR pegawai BLUD, sebuah tindakan yang semakin mewajibkan batas yang jelas antara kategori-kategori tenaga kerja yang diakui negara dan menimbulkan ketidakjelasan status kepegawaian.

Kejanggalan ini semakin memprihatinkan ketika menilik pendapatan luar biasa pimpinan RSUD yang mencapai Rp 60 juta per bulan, termasuk jasa pelayanan dan tunjangan. Gaji yang begitu tinggi seharusnya berbanding lurus dengan kualitas pelayanan yang prima.

Namun kenyataannya, RSUD justru kekurangan dokter spesialis dan merekrut puluhan karyawan dengan kualifikasi yang diperiksa. Hal yang sama juga berlaku untuk gaji para Kabag/Kabid dan Kasubag/Kasi.

Atas dasar kesimpulan yang disetujui ini, pengaduan resmi telah disampaikan kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab). Langkah ini diambil sebagai upaya terakhir untuk menuntut evaluasi total terhadap kinerja RSUD, termasuk kemungkinan pemberian sanksi tegas hingga pencopotan jabatan.

( Tim )

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *