Jakarta, mediakota.com — Penggunaan sirene dan strobo tidak sepenuhnya dilarang. Polisi lalu lintas tetap diperbolehkan memakainya saat patroli untuk menjaga keamanan, keselamatan, kelancaran, dan kelancaran lalu lintas (kamseltibcarlantas).
Scroll Untuk Lanjut Membaca
Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri Irjen Pol Agus Suryonugroho menegaskan, perangkat tersebut tetap bisa dipakai, namun hanya dalam keadaan yang benar-benar membutuhkan prioritas dan patroli petugas polisi lalu lintas.
“Polantas dalam patroli masih boleh menggunakan sirene maupun strobo, tapi suaranya frekuensinya. Kalau tidak mendesak, sebaiknya jangan dibunyikan,” kata Agus di Jakarta, Sabtu (20/9/2025).
Ia menjelaskan, kebijakan ini bukan pelarangan permanen, melainkan bagian dari evaluasi menyeluruh terkait tata cara pengawalan dan penggunaan tanda-tanda khusus di jalan.
Menurutnya, pengawalan kendaraan pejabat tetap berlangsung, hanya saja sirene dan strobo tidak lagi menjadi prioritas utama.
“Kami menghentikan sementara penggunaan suara-suara itu sambil mengatur ulang aturannya. Kalau memang tidak mendesak, sirene tidak perlu digunakan,” ujarnya.
Langkah memulai ini, lanjut Agus, sekaligus merespons aspirasi masyarakat yang mengaku terganggu oleh penggunaan sirene dan lampu rotator secara berlebihan.
“Kami mendengar keluhan masyarakat. Semua masukan itu akan kami jadikan bahan evaluasi, agar lalu lintas lebih tertib dan nyaman bagi semua pengguna jalan,” tambahnya.
Saat ini Korlantas Polri tengah menyusun pedoman baru yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Regulasi itu secara tegas mengatur pembagian penggunaan lampu isyarat dan sirene sesuai fungsi kendaraan, mulai dari polisi, pemadam kebakaran, ambulans, TNI, hingga layanan darurat lainnya.
Bakal Ditindak Tegas
Sebelumnya, Korlantas Polri tengah memancarkan maraknya penggunaan sirene dan strobo ilegal di jalan raya.
Langkah ini diambil setelah munculnya gelombang penolakan dari masyarakat yang merasa terganggu dengan praktik tersebut.
Kepala Korlantas Polri Irjen Pol. Agus Suryonugroho menegaskan, semua masukan masyarakat akan menjadi bahan evaluasi bagi kepolisian.
“Semua masukan masyarakat itu hal positif untuk kami dan ini saya evaluasi,” ujarnya.
Agus mengungkapkan, meski penggunaan sirene dan strobo sudah diatur dalam undang-undang, namun tetap meninjau kembali penerapan aturan di lapangan.
Ia bahkan menyatakan telah menghentikan penggunaan sirene dan strobo dalam kegiatan pengawalan yang dipimpinnya.
“Saya bekukan untuk pengawalan menggunakan suara-suara itu, karena masyarakat terganggu, apalagi saat lalu lintas padat,” tegasnya.
Gerakan protes masyarakat terhadap sirene dan strobo ilegal ramai disuarakan di media sosial dengan tagar ‘Stop Tot Tot Wuk Wuk’.
Warganet menilai, sirene dan strobo sebaiknya hanya dipakai untuk kepentingan mendesak, seperti ambulans dan pemadam kebakaran mobil.
Aturan mengenai prioritas kendaraan darurat sendiri telah tertuang dalam PP Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan, serta UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Kendaraan yang dapat menggunakan lampu dan sirene antara pemadam kebakaran lain, ambulans, kendaraan untuk memberi pertolongan kecelakaan lalu lintas, serta kendaraan pimpinan lembaga negara.
( FrB )