Sumenep, Mediakota.com – Integritas penegakan hukum merupakan fondasi esensial kemakmuran sebuah negara. Ketika pilar keadilan tak tegak lurus, niscaya runtuhlah harkat dan martabat suatu bangsa, tergerus oleh intrik kekuasaan dan kepentingan pada saat itu.
Jangan sampai sepotong nila merusak susu sebelanga, demikianlah adagium yang relevan untuk merefleksikan kejadian krusial di Dusun Gua, Desa Jadung, Kecamatan Dungkek, Sumenep.
Kasus penggerebekan dan penangkapan tak terduga pengguna sabu yang menjerat Onky, kini mendekam di Rutan Sumenep, mengundang sorotan tajam publik. Bukan sekedar substansi deliknya, melainkan prosedur penegakan hukum yang sarat dengan aturan Penyimpangan dalam penangkapan pada tanggal 16 Januari 2025 dini hari pukul 01.30 WIB di kediamannya.
Onky, seusai konferensi kedua di Pengadilan Negeri Sumenep pada 2 Juni 2025, secara gamblang mengungkapkan kekecewaannya terhadap Polsek Dungkek dan Kepala Desa Jadung.
Menurut penuturan Onky kepada Redaksi Mediakota.com, penggerebekan detik-detik itu mengusik nalar hukum. “Saat pintu rumah saya digedor beberapa kali, saya buka. Kepala Desa Jadung langsung masuk duluan sendirian, kemudian diikuti oleh Pak Kanit dan anggota yang lain,” papar Onky.
Lebih lanjut, ia mengisahkan, setelah tidak ditemukan sabu, ia keluar. Ironisnya, Kepala Desa dan Pak Kanit kembali masuk ke dalam rumah. Tak berselang lama, Onky pun digiring masuk kembali untuk “menyaksikan” barang bukti yang konon baru ditemukan di dalam bungkus rokok Surya 12.
Puncak kejanggalan terkuak saat Onky digiring ke mobil Polsek. “Setelah lampu depan mobil dinyalakan, saya kaget melihat perangkat desa sekitar 5 orang yang siap dengan sajamnya dan membawa massa yang baru melangkahkan kakinya bersembunyi di semak-semak sekitar rumah, juga siap dengan senjata tajamnya,” imbuh Onky.
Rangkaian peristiwa ini berlanjut. Dari kediaman Onky, mobil Polsek bergerak menuju rumah seorang teman berinisial “H”, diikuti sebagian besar massa bersenjata tajam. Bahkan, di perempatan dan pertigaan menuju lokasi, banyak orang telah berkumpul. Sebuah perintah dari Kepala Desa pun terucap agar penangkapan dilanjutkan ke rumah teman lain berinisial “S”, dengan Kepala Desa berada di depan mobil polisi.
Konstruksi hukum dari penggerebekan dan penangkapan yang dialami Onky ini patut dicermati secara saksama, bahkan mengundang pertanyaan besar. Bahwa seorang Kepala Desa bertindak selayaknya komandan atau atasan Polsek dalam sebuah operasi penggeledahan dan penangkapan, bahkan ikut serta mempersiapkan dan mengerahkan massa dengan senjata tajam untuk tujuan tertentu, adalah sebuah tindakan yang melampaui batas kewenangan yang seharusnya.
Anang Endro LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) Polhukam Asisten 1 Penasehat Khusus Presiden, Bidang untuk wilayah madura. Dalam hal ini Anang Pada Redaksi Media ini menyatakan rasa prihatin terhadap ongky,
Anang mengatakan “sebelumnya kepala Desa apa pernah menasehati dan atau mengingatkan Tersangka yang diduga sebagai pengguna sabu-sabu?”
“Seharusnya sebagai kepala Desa lebih proaktif dalam melakukan tindakan pencegahan dengan cara sosialisasi dan pendekatan persuasif kepada warganya yang diduga sebagai pengguna narkoba.” menambahkan
Anang menuturkan “Seorang Kepala Desa seharusnya mengayomi warganya, dan hanya diperkenankan mendampingi pihak kepolisian jika ada penangkapan terhadap warganya. Bukan sebaliknya, bertindak layaknya aparat penegak hukum, apalagi dengan melibatkan massa bersenjata tajam yang berpotensi menimbulkan kekacauan dan mencederai rasa keadilan. Kejadian ini patut menjadi cerminan itikad baik tidak lantas membenarkan cara-cara yang cacat hukum.” tegasnya
“Pertanyaannya kemudian, apakah tindakan ini merupakan bentuk kolaborasi yang keliru, ataukah ada motif tersembunyi yang berupaya memanipulasi proses hukum demi tujuan tertentu? Hukum harus ditegakkan dengan integritas dan profesionalisme, bukan dengan cara-cara yang justru mencederai prinsip-prinsip dasar keadilan.” Tutup Anang.
( R.M Hendra )